Pages

Sunday, 13 December 2015

KUMPULAN BERBAGAI MAKALAH TENTANG MACAM-MACAM BENTUK ADAB YANG BAIK KETIKA MEMBACA AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sebagai suatu mu’jizat yang paling agung. Bahwasanya Allah yang maha agung serta mulia mempunyai para ahli dari golongan manusia. Dikatakan “siapakah mereka ya Rasulallah?” Rasulullah SAW. Bersabda: ahlu al-Qur’an, mereka adalah ahlullah yang telah dikhususkan dan telah diistimewakan uleh Allah SWT.

Allah SWT Tidak akan menerima suatu amal perbuatan kecuali perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas, tulus serta benar maksud ketulusan atau kemurniannya suatu perbuatan itu sendiri adalah sesuatu yang dituntut untuk dilakukan semata pada Allah SWT sedangkan kebenaran suatu perbuatan yakni sesuai dengan dasar-dasar tujuan syar’I.

Oleh karena itu bagi pembaca al-Qur’an hendaknya melakukan serta menyiapkan suatu yang berhubungan dengan adab-adab ketika membaca al-Qur’an, karena selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, belajar ilmu tajwid, kita harus belajar dan mengetahui belajar dan mengatahui adab (tata krama) ketika membaca al-Qur’an.
 
B. Rumusan Masalah
1. Adab-adab ketika membaca Al-Qur'an
2. Perbedaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara ketika membaca Al-Qur'an
3.Perbandingan antara membaca dari mushaf dan membaca dari hafalan
4.Hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca Al-Qur'an
5.Perselisihan Ulama' tentang lebih utama manakah membaca sedikit dengan tartil atau membaca cepat dan banyak tanpa tartil.

C. Tujuan Penulisan
Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat memberikan manfaat, menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang al-Qur’an, dan juga dapat mengetahui adab-adab (tata krama) dalam membaca al-Qur’an.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Adab-Adab Ketika Membaca Al-Qur’an.
Al-Qur’anul Kariim adalah firman Allah SWT yang menjadikannya sebagai pedoman umat manusia dan mengajarkan, menuntun kepada petunjuk untuk mendapatkan kebaikan, keberkahan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang membaca, mempelajari, memahami dan mengamalkan Al-Quran dijanjikan Allah SWT syurga yang indah, kecukupan dalam hidupnya, kemurahan rezeki, pahala, meleburkan dosa serta dikabulkannya segala pinta dan doa yang diharapkannya.  

Selain itu Allah SWT menggolongkan dirinya bersama orang-orang mu’min yang mendapatkan Rahmat dan Syafa’atNya ketika hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi ” Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang membaca dan mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya “. (HR.Bukhari)

Ada beberapa cara adab atau perilaku ketika seorang muslim membaca Al-Quran agar mendapatkan kesempurnaan dan mampu memahami serta meresap apa saja makna yang terkandung dalam tiap ayat Al-Quran.[1] Adapun Adab-adab pembelajaran Al-qur’an di antaranya: 

1. Disunahkan membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59). [2]
2.Disunahkan membaca ditempat yang bersih lebih utamanya dimasjid, dan ada sekelompok ulama yang memakruhkan membaca al-qur’an dikamar mandi dan dijalanan.

3.Disunahkan untuk duduk sambil menghadap kiblat dengan khusuk, tenang dan menunudukkan kepala.

4. Disunahakan untuk bersiwak sebagai bentuk pengagungan dan pensucian. Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad yang baik secara marfu. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”. 

5.Di sunahkan untuk membaca tauwud sebelum membaca al-Qur’an. Seperti firman Allah yang artinya “jika kamu membaca al-Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari godaan syetan yang terkutuk”.

7.Disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tadabbur (merenungi dan memahami). Dan ini adalah tujuan yamng paling utama dan perintah yang paling penting. Dengan demikian hati akan menjadi lapang dan bersinar. Seperti dalam firman Allah yang artinya “kitab yang aku turunkan kepada mereka agar mereka merenungkan ayat-ayatnya”.

8.Disunahkan untuk menangis ketika membaca al-qur’an dan berusaha untuk menangis bagi orang yang tidak mampu menangis, bersedih dan khusuk. Seperti dalam shohih Bhukhori Muslim ada hadits tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW. Dan didalamnya disebutkan : maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air mata. 

       Didalam Sya’b karya Baihaki dari Saad bin Malik seca marfuk “sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya maka menangislah, dan jika tidak bisa maka berpura-puralah menangislah.
 
9.Disunahkan untuk menghiasi al-Qur’an dengan suara yan bagus, karena hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya “ hiasilah al-Qur’an itu dengan suara-suara kalian”. Dan didalam lafadz ad-Daromi “perbaikilah al-Qur’an dengan suara-suara kalian sesungguhnya suara yang baik itu akan menambah al-Qur’an itu menjadi baik”
Al-Bazar dan yang lainnya meriwayatkan sebuah hadis “bagusnya suara itu adalah hiasan al-Qur’an”.

       Tentang hal ini ada banyak hadis yang shahih jika suaranya tidak bagus maka dia berusaha untuk memperbaikinya semampunya dengan menjaga agar tidak keluar dari batas (berlebih-lebihan).

10.Disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tafhim, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim نزل القران بالتفخيم  al-Halimi berkata “sesungguhnya maknanya al-Qur’an adalah dengan membacanya seperti suara orang laki-laki, tidak melembutkannya seperti suara wanita. Dia berkata “tidak termasuk kedalam bagian ini adalah imlah yang dipilih oleh beberapa imam qiraah. Dan boleh jadi al-Qur’an itu diturunkan dengan tafhim, kemudian setelah itu datang ruhsoh untuk membacanya dengan imalah pada tempat-tempat yang layak untuk dibaca dengan imalah”. 

11.Disunahkan untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan meningalkan gurauan atau pembicaraan pada saat ada yang membacanya. Allah berfirman: “jika al-Qur’an dibacakan maka dengarkanlah dan diamlah semoga kalian diberi rahmat”.

12.Disunahkan untuk mengucapkan takbir mulai dari surat ad-Duha sampai akhir al-Qur’an inilah cara membaca penduduk Makkah.

13.Lebih utama adalah membaca al-Qur’an seperti urutan dalam mushaf. Adapun membaca al-Qur’an dari akhir keawal maka sepakat dilarang karena hal itu mengurangi beberapa kemu’jizatannya dan menghilangkan hikamh urutan-urutannya. Adapun mencampur satu surat dengan yang lainnya maka al-Halimi menganggap bahwa meninggalkan hal ini adalah adab. 

14.Disunahkan untuk melakukan sujud ketika membaca ayat sajdah yang terdapat dalam empat belas surat: dalam surat al-A’raf, al-Isra’, mariam dll. Adapun yang terdapat dalam surat Syad maka dianjurkan maksudnya bukan ditegaskan untuk melakukan sujud. Dan ada sebagian ulama yang menambahkan akhir surat al-Khijr ini diriwayatkan oleh Ibnu Faris dalam kitab Ahkamnya.

15Disunahkan untuk berpuasa pada hari khatam al-Qur’an ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari beberapa tasbi’in, dan juga disunahakan agar keluarga dan sahabat-sahabatnya hadir pada waktu itu. Tabrani meriwayatkan dari Anas bahwa jika dia menghatamkan al-Qur’an maka dia mengumpulkan keluarganya dan berdoa. 

16Disunahkan untuk segera membaca doa setelah khatam al-Qur’an, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan yang lainnya dari Irbadl bin Sariah secara marfu’ : barang siapa yang menghatamkan al-Qur’an maka baginya ada doa yang akan dikabulkan. 

17Disunahkan ketika selesai mengkhatamkan al-Qur’an untuk segara mengulangi membaca dari awal, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya: sebaik-baik amal disisi Allah adalah yang sampai dan yang berangkatnya yaitu, yang membaca al-Qur’an dari awalnya setelah hatam maka dia berangkat dari awal. 

18.Memilih waktu dan tempat yang tepat dalam membaca Al-qur’an. Diantara waktu yang tepat untuk membaca Al qur’an ketika dalam sholat di malam hari. Semakin mendekati sepertiga malam semakin baik. Adapun tempat yang paling bagus yaitu di masjid.
 
19.Menutup bacaan Al-Qur’an cukup dengan berhenti atau diam saja. Tidak menjadikan bacaan’’ shadaqollahul ‘adzim/ maha benar Allah dengan segala firmannya’’ sebagai bacaan yang senantiasa di baca setiap  kali selesai membaca Al-qur’an. Sehingga terkesan bahwa bacaan tersebut merupakan bacaan khusus dalam mengakhiri bacaan Al-qur’an.

20.Meletakkan Al-qur’an di tempat yang layak dalam keadaan tertutup. Sebaiknya di letakkan di tempat yang bersih, rapi, dan lebih tinggi. Jangan sampai meletakkan al qur’an berceceran di lantai. Hal tersebut demi memuliakan kitabbullah. Jika buku kesayangan kita saja kita simpan dan di letakkan di tempat yang layak. Tentu kitabullah jauh lebih dari itu.[3]

21.Tidak menjadikan Al-qur’an sebagai bantal atau alas.[4]


B.Pendapat Para Ulama Tentang Mengeraskan Suara Ketika Membaca Al-Qur’an.
Ada beberapa hadits yang memerintahkan untuk mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an dan ada hadits yang memerintahkan untuk membaca dengan lirih. Diantara yang pertama adalah hadis shahih Bukhori Muslim: “Allah tidak mengizinkan untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seoran nabi yang bagus suaranya untuk menyanyikan al-Qur’an dengan suara keras”. Yang kedua adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu dawud, Tirmidzi dan Nasa’I : “Orang yang membaca al-Qur’an dengan keras seperti orang yang terang-terang dalam bersedekah, dan orang yang membaca al-Qur’an dengan lirih aseperti orang yang merahasiakan sedekah”.

An-Nawawi berkata : “Pengumpulan dari dua hadits ini adalah bahwa membaca al-Qur’an dengan lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan adanya riya, atau orang yang sedang melakukan shalat atau orang yang tidur merasa terganggu dengan bacaan kerasnya. Dan membaca dengan suara keras adalah lebih baik pada waktu yang lainnya. Karena perbuatan untuk mengeraskan itu untuk memperbanyak amal, karena faidahnya akan melimpah pada para pendengar, membangunkan hati pembaca itu sendiri, menarik perhatiannya untuk berfikir, dan pendengarannya kearahnya, menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat. Dan pengumpulan seperti ini dikuatkan oleh sebuah hadits Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Abu Sa’id: Rasulullah SAW. Beriktikaf di dalam masjid maka beliau mendengar para sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, maka beliau membuka takbir dan berkata: “ingatlah kalian bahwa semua ini sedang bermunajat kepada tuhan kalian. Maka janganlah kalian saling menggangngu dan janganlah saling meninggikan suara untuk membaca”. 

Sebagian dari mereka berkata : disunahkan untuk membaca dengan keras pada suatu-waktu dan membaca dengan lirih diwaktu yang lain. Karena membaca dengan lirih itu kadang-kadang merasa bosan dan menjadi semangat dengan suara yang keras. Dan yang membaca dengan suara yang keras itu kecapaian dan beristirahat dengan bacaan yang lirih.


C. Perbandingan Antara Membaca Dari Mushaf dan Dari Hafalan.
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada membaca dari hafalan karena melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An-Nawawi berkata “Demikianlah yang dikatakan oleh sahabat-sahabat kami dan para ulama salaf dan aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat”. Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-beda dari orang yang satu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang itu bisa khusu’ dan merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari hafalannya. Dan dipilih membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa membaca dengan dan lebih dapat merenungkannya dari pada dia membaca dari mushaf maka ini pendapat yang lebih baik.

D. Perselisihan Ulama Tentang Lebih Utama Membaca Sedikit Dengan Tartil atau Membaca Dengan Cepat dan Banyak.
Telah berbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata: sesungguhnya pahala membaca al-Qur’an dengan tartil itu pahalanya lebih banyak, pahala dan bacaanya yang banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap huruf itu terkandung sepuluh kebaikan.  Didalam Burhad krya az-Zarkasi : Kesempurnaan tartil adalah dengan membaca tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas huruf-hurufnya agar setiap huruf tidak dimasukan kedalam huruf yang lainnya. Ada yang mengatakan hal itu tingkat kerendahannya dan yang paling sempurna adalah membacanya sebagaimana kedudukannya jika membaca ayat-ayat ancaman maka dia melafadzkannya seperti ini, jika membacanya ayat pengagungan maka dia melafadzkan seperti itu.[5]

E. Hal-Hal yang Di Makruhkan dan Tidak Di Perbolehkan Ketika Membaca Al-Qur’an.
1)Tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa arab) secara mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar salat.

2) Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna.

3) Dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya. Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada manusia dengannya.

4) Dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-Halimi berkata : Karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat yang shahih: Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai. Demikian juga makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau memandang hal-hal yang remeh dan sia-sia.[6]
     










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1)Beberapa adab ketika membaca al-Qur’an diantaranya: disunahkan untuk wudlu, membaca ditempat yang suci, bersiwa’, menghadap kiblat, dll.
 
2)Perbedaaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara ketika membaca al-Qur’an, kemudian Imam Nawawi berkata bahwa pengumpulan kedua hadits itu bahwasanya membaca dengan lirih itu lebih baik jika dikhawatirkan akan riya, mengganggu orang yang sedang shalat dan tidur. Adapun membaca dengan suara keras itu juga lebih baik pada waktu yang lainnya, karena membaca dengan keras itu banyak faidahnya seperti: memperbanyak amal, menghilangkan rasa ngantuk, dan menambah semangat.

3)Membaca dari mushaf itu lebih baik dari pada membaca dari hafalan. Namun terdapat salah satu pendapat yabg menyatakan bahwa membaca dari hafalan itu lebih baik dari pada membaca dari mushaf.
 
4)Perselisihan ulama tentang lebih utama manakah membaca sedikit dengan tartil ataukah membaca dengan cepat dan banyak tanpa tartil.

5) Hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca al-Qur’an seperti membaca dengan bahasa ‘ajam, membaca al-Qur’an sebagai sumber rizki dll.






DAFTAR PUSTAKA
As-Syuyuti, Imam Jamaluddin, 2006. samudra ulumul qur’an jilid I, Surabaya : Bina ilmu.
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, 1986. zubdatul Ithqon, Makkah: Darus Syuruq.
http://dainusantara.com/adab-adab-membaca-al-quran.
http://belajarmembacaalquran.com/adab-membaca-al-quran.
http://muslim.or.id/al-quran/adab-membaca-al-quran.html.
https://sedekahdoa.wordpress.com/doa-adab-membaca-al-qur’an-cara-menghafal-qur’an.


[1]http://belajarmembacaalquran.com/adab-membaca-al-quran. (Di ambil pada tanggal 23 Maret 2015).
[2]http://muslim.or.id/al-quran/adab-membaca-al-quran.html. (Di ambil pada Tanggal 23 Maret 2015).
[3]http://dainusantara.com/adab-adab-membaca-al-quran. (Di ambil pada tanggal 23 Maret 2015).
[4]https://sedekahdoa.wordpress.com/doa-adab-membaca-al-qur’an-cara-menghafal-qur’an. (Di ambil pada tanggal 23 Maret 2015).
[5]As-Syuyuti, Imam Jamaluddin, 2006. samudra ulumul qur’an jilid I, (Surabaya : Bina ilmu), hlm. 64.
[6]Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, 1986. zubdatul Ithqon, Makkah: Darus Syuruq, hlm. 23.

No comments:

Post a Comment