BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Kalau di tanyakan apakah belajar
itu?. Maka jawaban yang kita dapatkan akan bermacam-macam. Hal yang demikian
ini terutama berakar pada kenyataan bahwa apa yang di sebut perbuatan belajar
itu adalah bermacam-macam. Definisi belajar yang memadai bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah. Karena itulah maka definisi yang kita jumpai banyak
sekali.
Pengertian
Belajar menurut C.T. Morgan dalam buku Introduction To Psychology (1961),
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai
akibat / hasil dari pengalaman yang lalu. Bisa juga dikatakan belajar adalah
proses adaptasi yang berlangsung secara progresif. Banyak aktivitas yang oleh
hampir setiap orang dapat disetujui kalau disebut perbuatan belajar, misalnya
mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru, menghafal syair, menghafal nyanyian,
dan sebagainya.[1] Belajar sebagai proses atau aktivitas
disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar itu banyak macamnya. Untuk itu penulis akan berusaha
membahasnya dalam pokok bahasan “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Belajar PAI ”.
B. Perumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi belajar ?
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar
PAI.
2.Mengetahui dan Memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara
global, Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat kita bedakan menjadi tiga
macam, yakni:
1) Faktor Internal (faktor dari dalam),
yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor
Eksternal (factor dari luar), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3) Faktor
Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang di gunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.
Faktor-faktor di atas saling
berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Jadi, Karena factor-faktor tersebut
di ataslah, Muncul Siswa-siswa yang High-achievers (berprestasi tinggi) dan
under-achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini,
seorang guru yang kompeten dan professional di harapkan mampu mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala
kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengerti fakto-faktor yang menghambat
proses belajar mereka.[2]
1. Faktor
Internal (faktor dari dalam siswa)
Faktor yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni:
1) Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
2) Aspek
Psikologis (yang bersifat rohaniah).
a. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai
pusing kepala berat misalnya,dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)
sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk
mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, selain itu, siswa juga di anjurkan memilih pola istirahat dan olahraga yang
ringan secara teratur dan berkesinambungan.Hal ini penting sebab kesalahan pola makan –minum dan
istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental
siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti
tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan. Khususnya yang di sajikan di kelas.
Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga, anda selaku guru yang professional seyogyanya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin (periodic) dari dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain yang tak kalah penting untuk mengatasi kekurangsempurnaan pendengaran dan penglihatan siswa-siswa tertentu ialah menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijaksana. Tidak perlu menunjukkan sikap dan alasan mengapa mereka di tempatkan di depan kelas.
Langkah bijaksana ini, perlu diambil untuk mempertahankan self-esteem dan self confidence siswa-siswa tersebut. Kemerosotan self-esteem dan self confidence (rasa percaya diri) seorang siswa akan menimbulkan frustasi yang pada gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi under-achiever atau mungkin gagal, meskipun kapasitas koqnitif mereka normal atau lebih tinggi daripada teman-temannya.[3]
Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga, anda selaku guru yang professional seyogyanya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin (periodic) dari dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain yang tak kalah penting untuk mengatasi kekurangsempurnaan pendengaran dan penglihatan siswa-siswa tertentu ialah menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijaksana. Tidak perlu menunjukkan sikap dan alasan mengapa mereka di tempatkan di depan kelas.
Langkah bijaksana ini, perlu diambil untuk mempertahankan self-esteem dan self confidence siswa-siswa tersebut. Kemerosotan self-esteem dan self confidence (rasa percaya diri) seorang siswa akan menimbulkan frustasi yang pada gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi under-achiever atau mungkin gagal, meskipun kapasitas koqnitif mereka normal atau lebih tinggi daripada teman-temannya.[3]
b. Aspek Psikologis
Banyak factor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Semua keadaan dan fungsi psikis tentu
saja berpengaruh terhadap proses belajar yang bersifat psikis juga. Beberapa
factor psikis yang utama, yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar,
ialah:
1) Intelegensi
Intelegensi pada umumnya dapat
diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1988). Jadi,
intelegensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper
seluruh aktivitas. Tingkat kecerdasan (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi,
sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting
dalam proses belajar siswa, karna itu menentukan kualitas belajar siswa.
Semakin tinggi tinggkat intelegensi seorang individu, semakin besar peluang
individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah
tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan
belajar. Oleh karena itu perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru,
orangtua dan lain sebagainya.
Setiap calon guru dan guru professional sepantasnya
menyadari bahwa keluarbiasaan intelegensi siswa, baik yang positif seperti
superior maupun yang negative seperti buderline, lazimnya menimbulkan kesulitan
belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan
merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran
yang di sajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya, ia menjadi bosan dan
frustasi karena tuntutan kebutuhan keingintahuan merasa terbendung secara tidak
adil. Di sisi lain, siswa yang bodoh
sekali akan merasa sangat payah mengikuti sajian pelajaran karena terlalu sukar
baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan dan akhirnya merasa bosan dan
frustasi seperti yang di alami rekannya yang luar biasa positif tadi.
Untuk menolong siswa yang berbakat, sebaiknya anda menaikkan
kelasnya setingkat lebih tinggi daripada kelasnya sekarang. Apabila di kelas
barunya dia merasa terlalu mudah juga, siswa tersebut dapat di naikkan ke
tempat lebih tinggi. Begitu seterusnya, hingga dia mendapatkan kelas yang
tingkat kesulitan sesuai dengan tingkat
inteligensinya. Apabila cara tersebut sulit di tempuh,alternative lain yang
dapat di ambil, misalnya dengan cara menyerahkan siswa tersebut kepada lembaga
pendidikan khusus untuk para siswa berbakat.
Sementara itu, untuk menolong siswa
yang berkecerdasan di bawah normal, tak dapat dilakukan sebaliknya yakni dengan
menurunkan kekelas yang lebih rendah. Sebab cara penurunan kelas seperti ini
dapat menimbulkan masalah baru yang bersifat psikososial yang tidak hanya
mengganggu adik-adik lainnya.
2) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response
tendency) dengan cara yang relative tetap terhadap objek, barang, dan
sebagainya, baik secara positif maupun negative. Sikap (attitude) siswa yang
positif, terutama pada guru dan mata pelajaran yang di bawanya pertanda awal
yang baik bagi proses belajar belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negative siswa
terhadap anda dan mata pelajaran yang anda sajikan, apalagi jika di iringi
kebencian kepada anda atau kepada mata pelajaran anda dapat menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut.
3) Bakat Siswa
Hampir tak ada orang yang membantah,
bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat yang dimilki, akan
memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan tetapi banyak hal-hal yang
selalu menghalangi untuk tercipatanya
kondisi yang sangat diingini oleh setiap orang. Dalam lingkungan sekolah (SMP,
SMA) belum semua sekolah memberi pelajaran
pilihan bebas, yang memang sesuai dengan bakat anak-anak. Memang diakui alat
pengukur bakat yang benar-benar dapat diandalkan sampai saat ini masih langka.
Secara mudah, bila dijumpai murid-murid berprestasi sangat menonjol dalam
bidang tertentu kiranya ini perlu mendapatkan perhatian khusus, sebab ada
kemungkinan anak tersebut mempunyai bakat dalam bidang itu.
Sehubungan dengan hal itu, bakat dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tersebut. Oleh karenanya adalah
hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan kehendaknya untuk
menyekolahkan anaknya pada juruan keahlian tertentu tampa mengetahui terlebih
dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu. Pemaksaan kehendak terhadap seorang
siswa, dan juga etidaksadaran siswa terhadap bakatnya sendiri sehingga ia
memilih jurusan keahlian tertentu yang sebenarnya bukan bakatnya, akan
berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
4) Minat
Jika seseorang mempelajari sesuatu
dengan penuh minat, maka dapat diharapkan bahwa hasilnya akan lebih baik,
sebaliknya kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuata, jangan
diharapkan bahwa akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut.
Karena persoalan yang biasa timbul ialah bagaimana mengusahakan agar hal yang
diinginkan sebagai pengalaman belajar itu menarik minat para pelajar atau
bagaimana cara menentukan agar para pelajar dapat belajar sesuai dengan
minatnya.
5) Motivasi
Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia
ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi berarti pemasok
daya untuk bertingkah laku secara
terarah. Motivasi belajar artinya bagaimana permulaannya seseorang
itu mau belajar. Karena,
belajar merupakan suatau keharusan. Keinginan untuk hidup sebagai manusia haruslah melakukan
belajar. Belajar terjadi karena timbulnya kebutuhan. Kebutuhan inilah yang mendorong seseorang untuk belajar.Motivasi
sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar.Motivasi penting bagi proses
belajar, karena motivasi menggerakkan organisme,mengarahkan tindakan,serta
memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu itu
sendiri.[4]
Batasan mengenai motivasi sebagai ‘’ the process by which behavior is energized and directed’’(suatu proses, dimana tingkah laku tersebut di pupuk dan di arahkan), para ahli psikologis memberikan kesamaan antara motivasi dengan needs(dorongan, kebutuhan). Dari batasan di atas, dapat di simpulkan, bahwa motivasi adalah yang melatarbelakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu.[5]
Motivasi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu: motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbulnya dari dalam orang
yang bersangkutan, tanpa rangsangan atau dorongan dari orang lain. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa motivasi instrinsik lebih efektif dalam mendorong
seseorang dalam belajar daripada motivasi ekstrinsik.
6) Emosi
Sesuai dengan proses belajar dalam
perkembangan kehidupan sesorang maka terbentuklah suatu tipe atau keadaan
kepribadian tertentu, antara lain menjadi seseorang yang emosional, mudah putus
asa. Hal ini tentu ikut menentukan bagaimana ia menerima, menghayati pengalaman
yang diperoleh. Keadaan emosi yang labil, mudah marah, mudah tersinggung,
merasa tertekan, dapat menggangu keberhasilan anak dalam belajar. Sedangkan,
perasaan gembira, bebas, merupakan aspek yang mendukung dalam kegiatan belajar. Kecerdasan emosional merupakan
bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena
dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.[6]
7) Kemampuan kognitif
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif
adalah kemampuan menalar yang dimiliki oleh siswa. Perlu diketahui bahwa
penalaran kognitif tidak akan berkembang dengan baik, tanpa adanya latihan.
Untuk itu, belajar secara teratur akan meningkatkan kemampuan kognitif yang
dimiliki seseorang.
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa)
Faktor eksternal terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan di bagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Lingkungan Alami
Yaitu kondisi alam yang dapat
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, seperti: suhu udara, kelembaban
udara, cuaca, musim yang sedang berlangsung, termasuk kejadian alam yang ada.
2. Lingkungan Sosial
Lingkungan sekolah seperti para guru,
para tenaga kependidikan, teman sekelas, masyarakat, keluarga dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku
yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya
dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi,dapat menjadi daya
dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Kondisi masyarakat yang serba
kekurangan akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Yang lebih banyak
mempengaruhi ialah orang tua dan keluarga siswa.
Sifat-sifat
orang tua,pengelolaan keluarga,ketegangan keluarga dan lain-lain dapat memberi
dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang di capai
oleh siswa.
3. Lingkungan non sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan
non social ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan
letaknya, alat-alat belajar dan waktu yang digunakan siswa. Factor-faktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar (study time preference), seorang ahli bernama J. Biggers (1980) berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli, hasil belajar tidak bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa (Dunn et al, 1986).
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar (study time preference), seorang ahli bernama J. Biggers (1980) berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli, hasil belajar tidak bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa (Dunn et al, 1986).
Dengan demikian, waktu yang digunakan
siswa untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh terhadap
prestasi siswa, tak perlu dihiraukan. Sebab, bukan waktu yang penting dalam
belajar melainkan kesiapan system memori siswa dalam menyerap, mengelola, dan
menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.
b. Faktor-Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah
faktor yang adanya dan pengujiannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Factor inilah yang dapat dimanipulasi untuk mencapai tujuan belajar
yang telah dirancang. Faktor instrumental antara lain:
1) Kurikulum
Kurikulum sekolah yang belum mantap,
dapat mengganggu proses belajar siswa. Terutama siswa yang terkena aturan
perubahan kurikulum. Kurikulum yang baik, jelas, dan mantap memungkinkan para
siswa untuk dapat belajar lebih baik pula.
2. Program
Program pendidikan dan pengajaran di
sekolah yang telah dirinci dalam suatu kegiatan yang jelas, akan memudahkan
siswa dalam merencanakan dan mempersiapkan untuk mengikut program tersebut.
Program-program yang jelas tujuannya, sasarannya, waktunya, dan kegiatannya
membantu siswa dalam proses belajar.
3) Bahan atau alat yang di pelajari
Bahan atau hal yang dipelajari akan
menentukan bagaimana proses belajar itu terjadi dan akan menentukan pula
kuantitas maupun kualitas belajar. Berbeda dalam prose, berbeda pula dalam
hasil belajar.
4) Sarana dan fasilitas
Keadaan gedung/tempat belajar siswa,
termasuk penerangan, fentilasi, dan tempat duduk dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam belajar. Penerangan yang cukup, fentilasi yang memungkinkan
pergantian udara secara baik, tempat duduk yang memadai dan ruangan yang bersih
akan membuat iklim yang kondusif untuk belajar.Alat-alat pelajaran lengkap,
perpustakaan yang memadai, koperasi, kantin, dan bursa buku merupakan factor
pendukung keberhasilan dan kemudahan bagi para siswa.[7]
5) Guru/tenaga kerja
Kelengkapan jumlah tenaga pengajar dan
kualitas dari guru tersebut akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar.
Disamping itu, cara guru mengajar akan mempengaruhi proses dan hasil belajar
siswa.
Kemampuan guru, kedisiplinan dan cara mengajar yang baik
yang dimiliki oleh setiap guru, memungkinkan para murid belajar secara baik.
3.Faktor Pendekatan Belajar
Faktor
pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efisiensi dalam proses
pembelajaran materi tertentu. Srategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah
operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau
mencapai tujuan belajar tertentu. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh
terhadap keberhasilan proses belajar siswa tersebut.
Seorang siswa yang terbiasa
mengaplikasikan pendekatan belajar deep (memaksimalkan
pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi) misalnya, mungkin sekali
berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang
menggunakan pendekatan belajar surface
(memusatkan rincian-rincian materi dan semata-mata memproduksi secara persis) atau
reproductive (bersifat menghasilkan
kembali fakta dan informasi). [8]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa Faktor-Faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah :
a. Faktor
Internal siswa yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
b. Faktor
Eksternal siswa yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa.
c. Faktor
Pendekatan belajar siswa yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi
dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pembelajaran.
Adapun Faktor Internal itu meliputi
dua aspek diantaranya aspek Fisiologis(yang bersifat jasmaniah) dan aspek Psikologis(yang
bersifat rohaniah).sedangkan Faktor Exsternal terdiri dari dua macam yaitu
factor lingkungan dan factor instrumental(factor yang adanya dan pengujiannya
di rancang sesuai dengan hasil belajar yang di harapkan).
Faktor pendekatan belajar yaitu
jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk menunjang keefektifan dan efisiensi dalam proses pembelajaran materi
tertentu. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep (memaksimalkan pemahaman dengan
berpikir, banyak membaca dan diskusi) misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk
meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan
belajar surface (memusatkan
rincian-rincian materi dan semata-mata memproduksi secara persis) atau reproductive (bersifat menghasilkan
kembali fakta dan informasi).
DAFTAR
PUSTAKA
Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2013.
Abu Ahmadi
dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2013.
Lukmanul Hakim,
Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2008.
Panji
Anoraga, Psikologi Kerja, Jakarta:
Rineka Cipta, 2009.
Masnur
Muslich, Pendidikan Karakter, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011.
[1]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012), h. 230
[2]
Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada,2013), h. 146
[3] Ibid., h. 148
[4]
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyanto, Psikologi
Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 146
[5]
Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), h.34
[6]
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), h. 151
[7]
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran,
Bandung: CV Wacana Prima, 2008
[8]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2013), h. 157
No comments:
Post a Comment